ulasan. resensi. kesan.

ulasan. resensi. kesan. ini bukuku, apa bukumu?

Sabtu, 28 Januari 2012

Arus Balik: Sebuah Epos Pasca Kejayaan Nusantara di Awal Abad 16

Arus Balik: Sebuah Epos Pasca Kejayaan Nusantara di Awal Abad 16Arus Balik: Sebuah Epos Pasca Kejayaan Nusantara di Awal Abad 16 by Pramoedya Ananta Toer
My rating: 5 of 5 stars

#2011-37

Nenek moyangku orang pelaut
Gemar mengarung luas samudera
Menerjang ombak tiada takut
Menembus badai sudah biasa

Angin bertiup, layar berkembang
Ombak menderu di tepi pantai
Pemuda b'rani bangkit sekarang
Ke laut kita beramai-ramai


NUSANTARA. Apa yang bisa saya ceritakan tentang negeri ini? Sebuah negeri di tengah lautan luas, dengan pulau-pulau yang subur akan rempah-rempah di antaranya. Penghasil lada, pala, kayumanis, yang diburu di seluruh dunia. Cengkeh dan rokok kretek yang tak ada duanya.

Ya, dulu kita tergantung pada laut sebagai jalan membuka dunia. Pedagang dari Arab, Cina, India yang bersahabat membeli rempah dan menjual sutra. Kejayaan nusantara adalah armada. Phinisi yang membentangkan layarnya perkasa. Karena laut adalah pelindung kita. Pada angin kita berlayar, pada gelombang kita terjang.

Tetapi menunggu lebih lama adalah kebinasaan..

Di sini ada Wiranggaleng, pemuda desa yang pandai dan jujur, amat patuh pada atasannya, selalu mengikuti tanpa sadar benar dan salahnya. Prajurit yang berbakti, setia pada junjungan, abdi yang jujur dan dipermainkan kekuasaan. Kepiawaiannya di laut dan darat mendatangkan jaya untuk tahta, namun bala untuk diri dan keluarganya.
Prajurit, sejak dulu hidupmu selalu susah, tak berubah, hanya digunakan sebagai alat penguasa, martir untuk kejayaan tahta.

“Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang-orang lain pandai.”

Di sini ada Almawasa, syahbandar berlidah ular, makelar dari segala urusan adipati, penasihat yang hanya mementingkan diri sendiri. Licik, bengis, dan bermulut manis, Almasawa adalah otak dari persekongkolan, pengkhianatan, dan kebohongan terorganisir, tak punya nyali bila berdiri sendiri.
Cih! Sepertinya Almasawa banyak meninggalkan keturunan di nusantara masa kini. Ratusan pembohong, pembisik, penyebar isu, penjilat kelas kakap, muncul sebagai berita sehari-hari, melakukan pembenaran sana-sini, bertindak seolah-olah mewakili orang banyak, tapi sebenarnya memeras, dan mengiris-iris pedih.

"Semua Allah yang menentukan, Kanjeng Sunan," Manan masih juga membuka mulut. "Semua Kanjeng Sunan, tetapi yang yang tahu bertanggung jawab hanyalah manusia."

Di sini ada Sultan Trenggono, yang berkedudukan di Demak, bukan tepi laut. Kurang berhasrat mendirikan bandar besar di Jepara, namun lebih membesarkan pasukan darat. Menyerang perbatasan tetangganya sendiri, untuk memperbesar kerajaannya, dengan dalih penyebaran agama.
Kita punya laut, Sultan. Kita punya potensi yang bisa dikembangkan, kita punya jalan, kita punya kekayaan yang akan dicuri bila tidak terjaga. Kenapa darat yang diperkuat? Kenapa bukan kapal yang dibangun untuk menghadapi Peranggi?

Ah, jenderal tua itu. Rupanya ia meniru Trenggono selama 32 tahun memerintah. Diperkuatnya Angkatan Darat tempat ia dibesarkan, menciptakan pemimpin-pemimpin yang haus kekuasaan. Yang tega mengorbankan rakyat, saudara sendiri untuk memuluskan siasat kejayaan. Yang memungut upeti untuk kehidupan jaya yang semu. Dan menganaktirikan Angkatan Laut, penopang kejayaan Nusantara di masa lalu.

"Barang siapa kehilangan air, dia kehilangan tanah, barang siapa kehilangan laut, ia kehilangan darat.."

Nusantara negeriku. Kau berikan Pramoedya yang menulis kisah demikian dramatis. Kata-kata yang indah, pengobar semangat dan pelipur lara di negeri yang tuli ini. Lihat strategi perang Wiranggaleng, Kala Cuwil, Banteng Wareng. Lihat semangat juang yang tak pernah patah. Lihat prajurit yang begitu mulia demi keutuhan negerinya.
LALU KITA APA?

Apa kita hanya orang-orang yang berteriak-teriak IN-DO-NE-SIA di tepi lapangan bola? Apa kita hanya orang-orang yang berteriak TU-RUN-KAN di depan gedung MPR?

Berbuatlah untuk negeri ini, seperti Wiranggaleng, si prajurit.
Karena negeri ini tidak berdosa.
Penguasalah yang tidak bisa mengelolanya dengan baik. Jangan biarkan ia jatuh ke tangan penjilat dan pembohong yang mengatasnamakan negeri, namun tak lebih dari pencuri uang rakyat.

Air adalah kehidupan, darah yang mengaliri nadi. Laut adalah penghubung, pemersatu negeri nusantara ini. Surga keindahan Indonesia.

Jalesveva Jayamahe! Di laut kita jaya!

7 bintang.


View all my reviews

Tidak ada komentar: