ulasan. resensi. kesan.

ulasan. resensi. kesan. ini bukuku, apa bukumu?

Sabtu, 28 Januari 2012

Selimut Debu

Selimut DebuSelimut Debu by Agustinus Wibowo
My rating: 5 of 5 stars

#2011-44

Pernah saya menonton film tentang sekelompok orang invalid, di padang pasir, yang mengejar-ngejar kaki palsu yang diterbangkan dengan parasut. Ketika membaca bagian rumah sakit untuk orang cacat ini, yang pekerja RSnya pun orang cacat juga, saya teringat film itu. Dulu saya masih tidak punya bayangan, negeri dongeng manakah yang penduduknya banyak yang invalid itu?

Membaca pemaparan Gus Weng tentang bahaya ranjau di mana-mana, bom yang bisa meledak kapan saja, di mana saja, saya menangis. Tuhan, kenapa masih ada perang? Kenapa orang tidak puas dengan tanahnya berdiam dan masih harus merampas tanah orang lain. Kenapa orang masih saling menyakiti?

Bom, ranjau, kematian, yang bagaikan berita biasa. Kepala manusia yang berharga lebih murah dari kepala kambing. Semua diselimuti pasir yang berarak, hanya debu belaka, di mana-mana.
Meringis melihat Gus Weng dibohongi oleh supir-supir truk, bahagia ketika dia disambut ramah laksana saudara di mana-mana, geram ketika ia dipukuli polisi, sampai miris, ketika seseorang bilang 'I like you very much' dan..

Negeri ini, negeri sejuta pasir, negeri bekas peperangan, tempat para NGO menangguk dana 'rehabilitasi' yang lebih banyak dialirkan untuk operasional pegawainya, tempat para perempuan merasa nyaman di dalam burqa-nya. Negeri ini, yang dikelilingi oleh pasir dan debunya, yang melindunginya dari pandangan mata, debu juga yang menyimpan ribuan ranjau yang siap meledak kapan saja ia diinjak. Debu seperti burqa yang melindungi dengan anonimitas, tetapi tak tahu bahaya kecantikan apa yang dikandung di sana.

Afganistan, negeri debu, apa kekayaanmu yang membuatmu terjebak dalam perang berkepanjangan? Apakah dirimu hanya benteng untuk negeri dingin di utara sebelum menghadapi selatan yang panas? Apakah dirimu benteng untuk penguasa-penguasa daratan minyak sebelum diserbu dari utara?


Minaret Jam. Apakah ini menara masjid, menara intai, menara dengan indahnya menjulang di tengah padang debu dan bebatuan. Beruntunglah selamat dari badai zaman. Lepas dari gempuran karena di lindungi oleh tebing curam.


Gus, awalnya aku iri sekali padamu. Perjalanan ke negeri ini hanya cocok untuk laki-laki. Perempuan sepertiku tak akan bisa berjalan-jalan bebas tanpa pendamping di negeri ini. Tapi membaca pengalamanmu yang menderita, naik turun truk, menginap di samovar, aku bertanya2, apa aku berani? Maka kubuang jauh2 rasa iriku dan mengikuti perjalananmu. Apalagi membaca bahwa ada perempuan Malaysia yang bisa, hmm, siapa tahu nanti aku bisa?





View all my reviews

Tidak ada komentar: