ulasan. resensi. kesan.

ulasan. resensi. kesan. ini bukuku, apa bukumu?

Selasa, 26 Maret 2013

Six Suspects

Six SuspectsSix Suspects by Vikas Swarup

My rating: 5 of 5 stars


"Negeri kami aneh dan tak terduga. Kau bisa bertemu orang-orang terbaik di dunia serta yang terburuk di sini. Kau bisa merasakan kebaikan hati tanpa tanding dan menyaksikan kekejaman luar biasa. Untuk bertahan hidup di sini, kau harus mengubah cara berpikirmu. Jangan percayai siapa pun. Jangan andalkan siapa pun. Di sini kau sepenuhnya sendirian."

Di India, tingkat korupsi dan kolusi demikian tinggi sehingga kesalahan seseorang yang berjabatan tinggi bisa jadi tidak salah sama sekali. Aku curiga jangan-jangan banyak pejabat Indonesia yang studi banding ke India untuk mempelajari cara-cara lihai meloloskan diri dari tuduhan dengan jalan pemalsuan fakta, puntiran undang-undang, maupun menyingkirkan orang-orang baik. Saking banyaknya kejahatan terorganisir di Indonesia, sampai sulit untuk mempercayai satu pun pejabat yang suka menebar janji palsu. Yang mungkin belum dipelajari di India mungkin bagaimana merelakan membuat bom bunuh diri untuk membunuh pimpinan negara. Sepertinya orang Indonesia masih penakut soal ini. Masih lebih suka sok-sokan cari popularitas dengan jadi narasumber di televisi, bantai sana bantai sini lewat ketajaman mulut, and do nothing.

Cerita diawali dengan tewasnya Vicky Rai, seorang pengusaha muda yang playboy, menjalankan bisnisnya dengan darah, menggunakan pengaruh ayahnya yang Menteri Dalam Negeri untuk menghalalkan jalannya, dan sederet prestasi buruk lainnya.

Vicky ditembak di rumah peristirahatannya, tempat ia mengadakan pesta yang merayakan kebebasannya dari vonis penjara atas pembunuhan terhadap Ruby Gill di depan banyak mata di sebuah pesta sebelumnya karena mahasiswi doktoral yang sedang bekerja paruh waktu itu menolak menghidangkan wiski padanya. Ada 6 orang yang ditahan karena membawa senjata api di pesta ini. Sambil menunggu laporan balistik, Vikas Swarup mengisahkan motif masing-masing dari 6 tersangka yang dilihat dari wawancara Arun Advani, seorang jurnalis kriminal.

Ada Shabnam Saxeena si aktris terbaik India yang berulang kali dirayu Vicky, Munna Mobile si spesialis pencuri ponsel yang berkeliaran di pesta Vicky, juga Eketi pria dari kepulauan Andaman yang dicurigai tergabung dengan kelompok Naxalite yang ingin menguasai India, Larry Page seorang pria Amerika yang jatuh cinta pada Sabhnam Saxeena, Mohan Kumar yang dirasuki arwah Mahatma Gandhi dan membenci ketidak adilan atas vonis bebas Vicky, bahkan Jaganaath Rai, ayah kandung Vicky sendiri yang menuduh skandal anaknya akan menghancurkan karier politik yang ia bangun bertahun-tahun.

Di luar dari mereka berenam, banyak sekali orang yang membenci Vicky Rai. Sepak terjangnya dari berbagai bisnis banyak yang menumpahkan darah dan kesewenang-wenangannya pada rakyat kecil, membuat berita kematiannya menjadi hot gossip di negeri itu.

Vikas Swarup membangun cerita ini menjadi asyik, dengan membuat tiga bagian cerita berupa latar belakang, motif, dan pengakuan. Tidak menegangkan namun mengasyikkan untuk dibaca. Apalagi membacanya di tengah skandal kasus Rasjid Radjasa yang diputus bebas (karena menyandang nama Radjasa?) seperti melihat cerminan kasus yang mirip karut marutnya di negeri kita, yang korupsi juga masih tumbuh subur seperti India.

Seperti White Tiger-nya Aruvind Adiga yang juga mengulik busuknya pemerintahan India, Swarup juga menelanjangi bobroknya melalui banyak percakapan-percakapan Jaganaath Rai dan Mohan Kumar yang membuat geram dan jijik pada orang-orang pemerintahan. Swarup juga memotret banyak wilayah kumuh India melalui perjalanan keliling India oleh Eketi, juga kehidupan Shabnam aktris India papan atas nomor tiga setelah Aishwara Rai dalam menjalani hari-harinya.

Buku ini adalah buku pertama tahun ini yang bisa membuatku terjaga sampai jam setengah tiga pagi karena penasaran dengan tersangka akhirnya. Walaupun tak penting, karena toh Vicky Rai sudah mati juga, namun hasil sedih maupun gembira pasti ada. India yang melatari cerita ini membuat karya ini menjadi unik.





Vikas Swarup adalah novelis kelahiran India yang terkenal oleh novel Q & A yang difilmkan dengan judul Slumdog Millionarie dan meraih piala Oscar.
View all my reviews

Pergilah Ke Mana Hati Membawamu

Pergilah Ke Mana Hati MembawamuPergilah Ke Mana Hati Membawamu by Susanna Tamaro

My rating: 4 of 5 stars


Ketika jalanmu bercabang kau berpapasan dengan kehidupan lainnya. Berkenalan atau tidak dengan mereka, terlibat dengan mereka atau membiarkan mereka lewat begitu saja, semua itu tergantung semata-mata pada keputusan sesaat. Meskipun mungkin kau tidak mengetahuinya, hidupmu dan hidup orang-orang yang dekat denganmu dipertaruhkan saat kau memilih untuk berjalan lurus atau berbelok.

Aku tertarik buku ini karena judulnya. Menurutku judul "Pergilah ke mana hati membawamu" ini adalah kalimat yang indah apalagi jika dibandingkan dengan judul terjemahan inggrisnya yang (hanya) "Follow your heart".

Aku sering berbicara dengan hatiku. Terjadi di mana saja. Di jalan, di rumah, di tempat kerja, dalam berbagai kegiatan. Sering ada sesuatu yang menyeruak hatiku dan meninggalkan ruang kosong di sana. Aku sering tahu-tahu sedih dan menangis, yang kadang kupertanyakan lagi, kenapa masih? Rupanya walaupun di luar di kulit tampak sedemikian kuat dan kerasnya, namun perasaan hati tak bisa berbohong. Satu kilatan memori bisa membawamu ke tahun-tahun yang telah lampau, yang walau tak pernah kusesali, tapi ternyata meninggalkan rongga yang cukup dalam.

Selalu ada hati yang ikut andil untuk menentukan semua keputusan. Selalu ada firasat-firasat yang tak terlogika namun dibenarkan oleh hati. Seperti sesuatu yang memberi petunjuk padamu ini benar atau ini salah. Ini benar tapi ditinggalkan atau ini salah tapi diteruskan. Begitulah bicara dengan hati. Hati yang jujur akan menunjukkan jalan pada keputusan yang (semoga) tak disesali.

Surat-surat Olga pada cucunya membayangkanku pada kemungkinan mamaku menulis surat itu pada anakku. Ia suka bercerita, aku suka bercerita, dan mamaku suka bercerita. Dulu di masa remajaku aku jarang bercerita pada mama. Aku tumbuh menjadi seseorang yang "mencari jati diri". Mama membiarkan aku asal bertanggung jawab. Tanpa disadari, aku tumbuh menjadi seperti dirinya, yang keras dan selalu teguh pada tujuan. Dulu kami sering bertengkar karena kami sama-sama keras kepala. Mungkin seperti Olga dan Ilaria di buku ini.

Sekarang, setelah aku dan mama melewati masa-masa sulitku, aku sering melewatkan akhir pekan dengan mengobrol dengan mama. Aku bercerita tentang tempat-tempat yang kudatangi, dan mama juga bercerita tentang rencana-rencana perjalanannya. Rasanya lebih mudah dan ringan. Walau aku tahu, bahwa mama adalah pengisi kekosonganku, namun bukan penggantinya.

Sering kulihat, mama mengobrol dengan anakku. Beruntungnya ia tak seperti cucu Olga yang disuratinya ini. Tapi kudengar, mama banyak mengajarkan bagaimana bertindak dengan hati. Bagaimana ia mengajari anakku sekolah, bagaimana ia selalu bercerita tentang diriku, bagaimana sosok kecil itu tumbuh menjadi seseorang yang welas asih namun kuat.

Dan aku percaya, semua yang dikerjakan dengan hati, akan membawa kita ke keputusan-keputusan yang dipercaya. Kesalahan bukan untuk disesali terus menerus, tetapi sebagai pelajaran. Tidak semua bentuk kehidupan itu normal, namun kita bisa belajar untuk hidup berdampingan dengan kekosongan.




View all my reviews

Brida

BridaBrida by Paulo Coelho

My rating: 3 of 5 stars


Malam ini, 21 maret 2013, adalah hari equinox, titik balik matahari. Di belahan dunia sana, penyihir sedang menginisiasi seseorang yang harus memilih untuk mencari Pasangan Jiwa atau Cinta.

Seandainya Pasangan Jiwa itu benar ada, seberapa lama kau akan menelisik mencarinya? Tidak selamanya kau bersatu dengan seseorang yg ditandai sebagai Pasangan Jiwamu, karena kau sibuk mengejar Cinta. Sementara mengejar Cinta pun tak salah, karena penuh gairah dan keniscayaan, lepas dari si Pasangan Jiwa. Pilihanmulah yang menentukan siapa yang layak diperjuangkan. Sampai kini pun, aku masih belum tahu.

"Tidak ada hal yang betul-betul salah. Bahkan jam rusak pun benar dua kali dalam sehari."



View all my reviews

Titik Nol: Makna Sebuah Perjalanan

Titik Nol: Makna Sebuah PerjalananTitik Nol: Makna Sebuah Perjalanan by Agustinus Wibowo

My rating: 5 of 5 stars






View all my reviews

Sejarah Singkat Traktor dalam Bahasa Ukraina

Sejarah Singkat Traktor dalam Bahasa UkrainaSejarah Singkat Traktor dalam Bahasa Ukraina by Marina Lewycka

My rating: 4 of 5 stars


hasil memasang tampang memelas pada @bebekandre di IRF 2012. dikasih juga..



View all my reviews

Pengakuan: Eks Parasit Lajang

Pengakuan: Eks Parasit LajangPengakuan: Eks Parasit Lajang by Ayu Utami

My rating: 4 of 5 stars


Setiap kali mengobrol dengan sekumpulan ibu-ibu di suatu acara keluarga, selalu muncul obrolan soal jodoh seseorang, pernikahan, anak, dan hal-hal lain sejenis. Seolah-olah pencapaian perempuan paling berhasil adalah menikah, dan punya anak lelaki dan perempuan. (Coba kalau anaknya perempuan semua, pasti masih ditanyain,”Nggak mau nambah jagoannya, nih?” Walaupun anaknya sudah tiga perempuan.) Pertanyaan kapan menikah, kapan punya anak, kapan nambah, cuma berakhir ketika kamu punya anak lelaki dan perempuan.

Lama-lama hal ini menjadi salah satu pertanyaan yang menjadi budaya perkenalan. Bukan hanya di kalangan keluarga, dari seseorang yang kamu baru kenal di bis antarkota pun muncul pertanyaan itu sesudah rentetan pertanyaan dan dijawab sudah punya anak satu. “Nggak nambah?” Ya ampun! Ini mau tahu aja atau mau tahu banget sih? Who are you anyway? Dan aku pun langsung ilfil malas melanjutkan percakapan.

Aku berterima kasih sekali pada Ibu Kartini yang terkenal sehingga membuat perempuan bisa melek ilmu pengetahuan, mendapatkan pengajaran yang sama dengan lelaki, sehingga bisa tetap menghidupi dirinya sendiri, walaupun lajang. Iya, menjadi lajang tidak ada salahnya kok. Selama punya achievement atau interest yang membuat ia menjadi dirinya sendiri, tidak ada yang salah dengan melajang. Prestasi seorang perempuan yang melajang sama hebatnya dengan ia yang memutuskan berumah tangga dan mengurus anak-anaknya.

Kalau dilihat dari cerita di buku ini, Ayu Utami tidak benar-benar 'lajang', ah. Ia hanya tidak menikah, namun memiliki kekasih yang siap menemaninya berbagi banyak hal seperti seseorang yang menikah juga. Bedanya hanya tidak tinggal bersama, sehingga tidak ada masalah-masalah bersama yang timbul seperti kalau orang hidup bersama baik sebagai suami istri maupun bukan suami istri.

Membaca kehidupan seksnya yang dahsyat itu, rasanya tidak benar kalau ia menyebut dirinya lajang. Ia hanya tidak menikah sah saja. Namun kalau membaca bahwa ia bebas menentukan keputusannya sendiri, tidak diatur-atur kekasihnya, benar juga. Ia lajang. Ia menjadikan dirinya sebagai subyek, bukan hanya sebagai objek pasangan laki-laki yang menjadi kekasihnya.

Melihat Ayu yang menentukan dengan siapa ia ingin bercinta ketika berusia 20-an, aku masih menganggap ini bukan anjuran untuk berhubungan seks pada usia dini, tapi melihat bahwa ini salah satu yang disimbolkan bahwa perempuan bisa memilih apa yang ia inginkan, bukan karena desakan keluarga atau dorongan hasrat atau karena kondisi teman-teman yang punya pasangan. Pilihan perempuan untuk menjadi perawan hingga ia menikah, ataupun menjadi tidak perawan. Pilihan itu harus bertanggung jawab, kan?

(walau demikian, aku akan mengijinkan anak perempuanku memilih apa saja asal bertanggung jawab ketika ia dewasa nanti, tapi soal keperawanan ini, aku menganjurkan sesuai ajaran agama saja)

Ada kalanya orang memutuskan untuk melajang karena banyak hal, misalnya : laki-laki memang menyebalkan, malas diatur-atur, ingin keliling dunia, tidak ingin punya anak, ingin bebas, tidak ingin menyandang nama suami, dan hal lain. Ini tentu di luar pilihan bahwa memang tidak ada laki-laki yang bersedia menjadi teman hidup, seperti halnya kedua bibi Ayu yang akhirnya tua menjadi pendengki dan sirik karena tidak menikah, terpengaruh hukuman sosial yang dijatuhkan masyarakat kepada mereka karena mereka tidak menikah. Apakah lebih baik memandang melajang itu sebagai sebuah pilihan, daripada nasib? (Itu juga kalau mentalmu cukup kuat untuk mengakuinya sebagai pilihan).

Padahal rasanya lucu juga, banyak orang di awal 20-an sudah memiliki impian untuk tidak melajang, tapi ketika mereka memasuki umur 30-an dan sedang mengasuh anak yang sedang lucu-lucunya, tapi membaca status teman-temannya di facebook (yang masih lajang) yang masih bisa jalan-jalan ke mana-mana, ikut kegiatan ini itu, lalu timbul komentar : iri deh, bisa ngapa-ngapain. Sementara si teman yang lajang mulai gerah dengan pertanyaan kiri kanan : kapan menikah dan berpikir, kapan nih punya pasangan??

Nah, jadi sebenarnya nggak ada yang perlu diiri-irikan, kan? Semua pada posisinya sama-sama ada enak dan nggak enaknya. Nggak semua perempuan punya pasangan menikah yang begitu pengertiannya sampai bisa tetap menjalankan kegiatan ala lajangnya itu ketika ia sudah menikah.

Tapi menurutku, perempuan harus punya sesuatu achievement yang membuat ia harus selalu dihargai, bukan hanya dihargai sebagai bagian dari ajaran moral dan agama, namun sesuatu yang benar-benar berarti, yang bisa menopang dirinya sendiri tidak tergantung pada ada tidaknya pasangan pada dirinya. Seperti ayam betina atau kucing betina atau betina lain yang tetap mencari makan untuk anak-anaknya sementara ia juga harus mengurusnya (dan ayam jantan tetap berkokok, serta kucing jantan tetap berburu tikus), sepertinya perempuan memang sudah seharusnya bisa melakukan segalanya, lajang atau tidak lajang. Tidaklah salah menjadi lajang, senikmat dengan mereka yang memutuskan menikah. Seperti juga menikah pun punya hal-hal positif yang diambil bukan sekadar tuntutan tradisi, dan membuat kondisi normal buat kebanyakan opini. Lalu kalau perempuan bisa segala hal, buat apa lelaki? #eh


"Tapi percakapan hari itu memberiku pelajaran besar tentang lelaki dan perempuan. Yaitu bahwa ada yang tidak beres dengan nilai-nilai masyarakat. Nilai-nilai yang mengharuskan lelaki menjadi pemimpin perempuan. Lelaki dibebani tuntutan tidak proporsional untuk menjadi lebih dari perempuan. Akibatnya, lelaki jadi gampang minder. Dan perempuan dibebani tuntutan tak adil untuk merendahkan diri demi menjaga ego lelaki. Itu sungguh tidak benar dan tidak adil. Sampai dewasa, sampai hari ini, aku tetap mengatakannya itu sungguh tidak benar dan tidak adil." h.151






View all my reviews

Jumat, 01 Maret 2013

Si Parasit Lajang

Si Parasit LajangSi Parasit Lajang by Ayu Utami

My rating: 4 of 5 stars


Aku suka tulisan Ayu Utami. Banyak juga temanku yang tidak suka. Kebanyakan malah laki-laki. Aku curiga, jangan-jangan mereka menjadi merasa bodoh karena Ayu banyak menuliskan dominasi perempuan sebagai tokohnya. Eh, yang sangat mendominasi di Saman, sih. Beberapa orang yang banyak membaca itu tidak suka tulisan Ayu di sini karena dianggap terlalu vulgar. Menurut aku tingkat vulgarnya biasa-biasa aja, sih. Yang dituliskan kejujuran, namun tidak genit. Ia mengutarakan apa yang ada di kepalanya, dari sudut pandang perempuan biasa. Perempuan yang biasa menerima pertanyaan, “Kenapa tidak menikah?”

Haha, kalau dipikir sebenarnya banyak perempuan yang ingin teriak seperti ini. Kalau belum menikah kenapa? Masalah? Lalu harus mendengarkan pendapat-pendapat mestinya begini, mestinya begitu dari orang-orang yang merasa hidupnya sudah sempurna. Seolah tidak punya pasangan adalah hal yang harus dijeritkan oleh perempuan di atas 30 tahun. Nggak menikah saja. Simpel kan. Dan kehidupan orang yang tidak menikah juga bukan tidak serumit orang menikah juga. Bedanya kan ia menghadapinya sendirian. Tapi selama masih punya teman-teman yang menyayangi, contohnya seperti Sahal, apa yang ditakutkan?

Aku pernah punya buku ini dengan sampul biru yang lama, kemudian tidak pernah kembali ketika dipinjam teman yang menjadi single sesudah menikah (tahu artinya?) kemudian menghilang entah ke mana. Baru akhir tahun lalu seorang teman dari luar pulaumenghibahkan buku bersampul biru ini padaku, dan ternyata Ayu menerbitkan lagi buku berisi kumpulan pendapatnya dia ini. Ada beberapa lebih dan kurangnya sepertinya.

Aku mencari satu bagian orang tidak menikah namun tidak punya teman juga. Misalnya bagaimana Ayu tanpa Sahal, tanpa teman-teman ngebirnya, tanpa pacarnya. Bagaimana ia menyelesaikan persoalan yang harus bersama namun ketika sendiri. Punya lelaki enak juga, misalnya bisa diminta tolong ke bengkel, naik memeriksa genteng bocor, ngangkat barang-barang berat, dengan imbalan senyuman. Namun bisa bayar orang juga untuk melakukan semua itu. Atau minta teman-teman lelaki yang melakukannya. Jadi bisa-bisa pasangan lelaki tak penting lagi. Ternyata tak ada di buku ini. Mungkin di buku selanjutnya?

Memang suka aneh. Dalam masyarakat umum kita, yang lajang akan iri pada yang berpasangan, karena ada tempat berbagi sehari-hari. Yang berpasangan iri pada yang lajang karena bisa bebas ke mana pun disuka. Padahal hidup itu pilihan, loh. Mau berpasangan, berarti siap diikat, kalau mau bebas, bebas berdua saja. Mau melajang, berarti siap menolong diri sendiri, bisa pergi ke mana pun disuka. Nah, kenapa juga di masyarakat kita perbedaan urusan melajang dan menikah berkisar antara ‘bebas melakukan apa saja yang disuka?’

Tapi, lama-lama juga sepertinya masyarakat kita semakin tidak peduli urusan ini. Pertanyaan soal status yang akan dibahas berkepanjangan lama-lama hanya beredar di kalangan ibu rumah tangga yang kekurangan urusan. Dunia sudah semakin sibuk. Perempuan semakin berani menentukan jalan hidupnya. Dan laki-laki harus mulai keras mengejar untuk lebih dari perempuan karena agama masih menghendaki lelaki sebagai pemimpin.




View all my reviews

Garis Batas: Perjalanan di Negeri-Negeri Asia Tengah

Garis Batas: Perjalanan di Negeri-Negeri Asia TengahGaris Batas: Perjalanan di Negeri-Negeri Asia Tengah by Agustinus Wibowo

My rating: 5 of 5 stars






View all my reviews

Flipped

FlippedFlipped by Wendelin Van Draanen

My rating: 4 of 5 stars






View all my reviews

Kuda Terbang Maria Pinto

Kuda Terbang Maria PintoKuda Terbang Maria Pinto by Linda Christanty

My rating: 4 of 5 stars


dapat di toko bukunya Iiw Anak Hilang, dan ceritanya keren banget.



View all my reviews

Oliver's Story

Oliver's StoryOliver's Story by Erich Segal

My rating: 4 of 5 stars






View all my reviews

Love Story

Love StoryLove Story by Erich Segal

My rating: 5 of 5 stars


Where do I begin
To tell the story of how great a love can be
The sweet love story that is older than the sea
The simple truth about the love she brings to me
Where do I start

With her first hello
She gave new meaning to this empty world of mine
There'd never be another love, another time
She came into my life and made the living fine
She fills my heart

She fills my heart with very special things
With angels songs, with wild imaginings
She fills my soul with so much love
That anywhere I go I'm never lonely
With her around, who could be lonely
I reach for her hand-its always there

How long does it last
Can love be measured by the hours in a day
I have no answers now but this much I can say
I know Ill need her till the stars all burn away
And she'll be there

How long does it last
Can love be measured by the hours in a day
I have no answers now but this much I can say
I know Ill need her till the stars all burn away
And she'll be there


http://www.youtube.com/watch?v=ih3Z9m...
soundtrack dan cuplikan filmnya

Aku sudah menonton filmnya yang cantik, dan ratusan kali mendengarkan lagunya dalam berbagai versi, dari instrumentalia, dinyanyikan Andy Williams, bahkan yang diaransemen oleh Idris Sardi berjudul Romi dan Yuli, untuk film Pengantin Remaja dengan jalan cerita yang mirip. Karena aku hapal nadanya, setiap ketemu piano selalu tergoda untuk bertangtingtung lagu ini.

Semua feel yang dihasilkan untuk berbagai lagu ini sama : sedih. Perasaan menyayat dan kehilangan digambarkan dalam irama pelan dan cinta yang begitu besar mengharukan. Setiap mendengar lagu itu, rasanya mataku sebak mengingat kisah film yang dimainkan oleh Ryan O'Neall dan Ali McGraw itu.

Baru tahun ini aku membaca bukunya yang didapat dari Secret Santaku di seberang lautan dan membaca kisah Oliver dan Jenny ini.

"Apa yang dapat kita ceritakan mengenai gadis dua puluh lima tahun yang telah tiada?"

Love Story menjadi banyak sekali inspirasi film-film atau buku dengan tema sejenis. A Walk to Remember-nya Nicolas Sparks yang difilmkan dengan pemain Mandy Moore dan juga mengangkat kisah sepasang kekasih yang dipisahkan oleh maut. Cerita sederhana masa sekolah yang menimbulkan ketertarikan, sampai masa dewasa ketika cinta mereka diuji.

Dan sekali lagi, membaca buku ini membuat mataku berkaca-kaca untuk kisah yang melahirkan lagu yang indah ini...







View all my reviews

Sepeda Merah Vol. 2: Bunga-Bunga Hollyhock

Sepeda Merah Vol. 2: Bunga-Bunga HollyhockSepeda Merah Vol. 2: Bunga-Bunga Hollyhock by Kim Dong Hwa

My rating: 4 of 5 stars


Cerita di buku kedua ini lebih mengharukan daripada Sepeda Merah 1. Di sini lebih banyak diceritakan tentang pasangan kakek nenek yang mendiami Yahwari.

Bisa dibayangkan perasaan orang-orang tua itu yang ditinggalkan anak-anaknya merantau, baik menjadi bahagia atau sedih, mereka tak berhenti mendoakan anak2nya..,

Hanya tukang pos pelipur kangen mereka yang menyampaikan kabar dari orang-orang yang mereka sayang...





View all my reviews

Sepeda Merah Vol. 1: Yahwari

Sepeda Merah Vol. 1: YahwariSepeda Merah Vol. 1: Yahwari by Kim Dong Hwa

My rating: 4 of 5 stars


Buku ini mengingatkanku pada masa kecilku yang sering berkirim-kiriman surat dengan sahabat penaku di luar kota. Ketika itu aku selalu senang apabila tukang pos datang dengan sepedanya dan membawakan surat untukku. Di masa itu, aku juga masih mengoleksi perangko dan sampul hari pertama.

Aku juga teriingat pada almarhum kakekku dan uwakku yang bekerja di Kantor Pos dulu, dan sering menceritakan tentang pengalaman-pengalaman mereka bekerja dengan surat menyurat. Teringat kantor pos almarhum uwakku di Kadugede Kuningan, Cirebon, Jawa Barat, tempat aku sering menghabiskan masa liburan dengan bermain-main petak umpet di dalam kantor pos, kadang membantu menimbang paket, melihat-lihat buku perangko yang belum dirobek, bermain-main dengan cap tanggal. Warna jingga yang selalu menghiasi kantor dan rumah dinas mereka adalah warna kenangan masa kecilku.

Seperti kakek dan uwakku, si tukang pos bersepeda merah ini juga sangat mencintai pekerjaannya, mengantarkan kabar pada orang-orang tanpa alamat surat, hanya dengan menamai rumah dengan cantik.

Buku ini membuat... tersenyum manis.



View all my reviews

The Giving Tree

The Giving TreeThe Giving Tree by Shel Silverstein

My rating: 4 of 5 stars






View all my reviews

The Missing Piece

The Missing PieceThe Missing Piece by Shel Silverstein

My rating: 4 of 5 stars


complete isn't always perfect.
when you think you find something fit, maybe it will hold you close.



View all my reviews